Jumat, 15 Desember 2017

Jawaban UAS Pem. K. H. Hasyim Asy'ari

1. Semangat Jihad KH Hasyim Asy’ari tepat pada ketika Mbah Hasyim mengumpulkan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan bahwa melawan penjajah sebagai perang suci dan hukumnya wajib. Saat ini populer dengan istilah resolusi jihad. Setelah resolusi jihad dicetuskan, ribuan kyai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada 10 November 1945 atau tepatnya dua minggu setelah resolusi jihad dikumandangkan, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan tentara pribumi dan juga warga sipil yang cuma bersenjatakan bambu runcing. Menurut sebagian Kyai besar prinsip hidup KH Hasyim Asyari yaitu : "berjuang terus dengan tiada mengenal surut, lelah dan istirahat". MbabHasyim senantiasa mengingatkan kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan menjadikan tauladan dari perbuat Nabi Muhammad saw.

2. Hasyim merangkan penyakit umat yang berbahaya itu antara lain fanatisme. Sebagai penganut madzhab fikih Imam Syafi’i, ia berpegang teguh kepada fatwa-fatwa madzhabnya itu. Tetapi bukan berarti fanatik. Berpegangan madzhab itu penting dan wajib, dikarenakan belum sampai pada level mujtahid. Meskipun begitu, Mbah Hasyim tidak mengajarkan untuk fanatis. Menganut salah satu madzhab fikih bukan berarti fanatik. Karena mengikut imam yang memiliki otoritas keilmuan merupakan hal yang sangat lazim dalam Islam sebagaimana yang dijalankan oleh para ulama terdahulu. Tetapi bila menyesatkan madzhab fikih lain atau imam yang lain adalah tidak lazim. Maka, pendapat Mbah Hasyim mempertahankan madzhab yang sudah ada dapat ditafsirkan sebagai usaha beliau agar tidak ada konfrontasi sosial di antara kaum Muslimin di Jawa. Sebab, madzhab (dalam hal ini Syafi’iyah) merupakan warisan pada muballigh yang datang ke Nusantara.

3. Di Desa Keras, Mbah Hasyim diberi tanah oleh sang Kepala Desa, yang kemudian digunakan untuk membangun rumah, masjid, dan pesantren. Di sinilah Hasyim kecil dididik dasar-dasar ilmu agama oleh orang tuanya. Mbah Hasyim juga dapat melihat secara langsung bagaimana ayahnya membina dan mendidik para santri. Mbah Hasyim hidup menyatu bersama santri. Beliau mampu menyelami kehidupan santri yang penuh kesederhanaan dan kebersamaan. Semua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Hal ini ditunjang oleh kecerdasannya yang memang brilian. Dalam usia 13 tahun, Hasyim sudah bisa membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar daripada dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar