Nama
lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid.
Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa
kliwon bertepatan
dengan tanggal 14 Februari 1871. Bakat
kepemimpinan dan kecerdasan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa kanak-kanak.
Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi
penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya.
Dia membuat temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan
melindungi sesama.
Sejak
kecil, beliau belajar langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai Utsman. Bakat
kepemimpinan dan kecerdasan memang sudah nampak, ketika masih kecil, beliau
sangat giat dan cerdas. Hasilnya saat beliau masih beumur 13 tahun, sang ayah
menyuruhnya mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya.
Ketidakpuasan
dan dahaga yang sangat terhadap ilmu membuat beliau berkeinginan mencari sumber
pengetahuan yang lain di luar pesantren ayahnya. Oleh sebab itu, mulai usia 15 tahun, beliau mulai
berkenalan dari satu pesantren ke pesantren lain, mulai menjadi santri di Pesantren
Probolinggo, Pesantren Langitan, dan Pesantren Trenggilis. Belum puas dengan
berbagai ilmu, beliau melanjutkan ke Pesantren Kademangan Bangkalan di bawah
asuhan Kiai Kholil. Namun tidak lama kemudian, beliau pindah ke Pesantren
Siwalan Sidoarjo yang diasuh oleh Kiai Ya’kub. Disinilah beliau merasa
benar-benar menemukan sumber pengetahuan Islam yang diinginkan.
Dari sekian
pesantren yang pernah dijelajahinya, disinilah beliau mondok cukup lama, yaitu lima tahun. Namun rupanya
Kiai Ya’kub kagum kepada beliau, sehingga beliau tiadak hanya mendapatkan ilmu
saja, akan tetapi juga dijadikan menantu oleh Kiai Ya’kub. Beliau yang baru
berusia 21 tahun dinikahkan dengan Chadijah, salah satu putri Kiai Ya’kub.
Setelah menikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji dan menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan.
Setelah menikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji dan menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan.
Pada
tahun 1893, beliau kembali ke Mekkah untuk kedua kalinya. Sejak itulah beliau
menetapdi Mekkah selama 7 tahun. Di Mekkah beliau berguru kepada Syaikh Ahmad
Khatib dan Syaikh Mahfud At-Tarmisi. Pada
tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya.
Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif
singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
Tepat
pada tanggal 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren
Tebuireng. Oleh karena kegigihannya dan keikhlasannya dalam menyosialisakan
ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun kemudian pesantren relatif ramai dan
terkenal. Pesantren
Tebuireng yang pada awalnya adalah pesantren kecil, kemudian berkembang
menjadai salah satu pesantren yang sangat berpengaruh di Jawa. Kebanyakan para
santri tertarik dengan sistem atau model pengajaran yang diberikan oleh beliau. Dalam pesantren itu, bukan hanya
ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum
Sebagaimana diketahui dalam
sejarah pendidikan Islam tradisional, khususnya di Jawa, peranan kiai Hasyim
yang kemudian terkenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di
lingkungan pesantren), sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama
pimpinan pesantren. Banyak pesantren besar yang terkenal, terutama, yang
berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dikembangkan oleh para kiai hasil
didikan Mbah
Hasyim.
Aktivitas
K. H. Hasyim Asy’ari di bidang sosial lainnya adalah mendirikan organisasi Nahdatul
Ulama, bersama dengan ulama besar di Jawa lainnya, seperti Syekh ‘Abd Al-Wahhab
dan Syekh Bishri Syansuri.
Tanggal
31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Mbah Hasyim Asy’ari
mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun
berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Mbah
Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama
teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
K.
H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama).
Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan,
karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu
tidak terbukti, beliau dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam
perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang. Nahdatul Ulama didirikan antara
lain memang untuk mempertahankan paham bermazhab. Sesudah Indonesia merdeka
melalui pidato-pidatonya, K. H. Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda
supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan.
Mbah Hasyim juga memiliki pemikiran ekonomi yang luar
biasa. Beliau memiliki lahan tanah untuk dimanfaatkan bercocok tanam tanaman
tebu. Hampir-hampir panen nya selalu melimpah. Dengan keuletannya tersebut,
Mbah Hasyim terkenal dengan bercocok tanam.
Beliau juga membuka peluang pekerjaan pada penduduk
sekitar di kawasan Pondok Tebuireng untuk berjualan. Tetapi juga harus ada
syarat dan ketentuan untuk berjualannya, agar tidak saling menyaingi terhadap
sesama.
K.
H. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 26 Juli 1947 M/7 Ramadhan 1366 H di
Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk
kepentingan agama dan pendidikan. Demikian perjalanan dan perjuangan K.H.
Hasyim Asy’ari sampai akhir hayatnya. Meskipun beliau telah tiada, akan tetapi
ruh perjuangan beliau masih dipegang oleh keluarga dan umat beliau untuk
menandaskan diri bahwa hidup adalah perjuagan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar